Harta Bersama
Dalam pasal 35 ayat (1) Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harta bersama adalah harta yang diperoleh saat perkawinan. Dalam pasal tersebut, harta dalam perkawinan (rumah tangga) dibedakan menjadi:1. Harta yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi “harta bersama”; dan2. Harta bawaan masing-masing suami istri, baik harta tersebut diperoleh sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan. Harta pribadi sepenuhnya berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Selanjutnya, pasal 36 ayat (1) UUP menyatakan, tindakan hukum apapun terkait dengan harta bersama harus melalui persetujuan suami dan istri.
Demikian juga dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum perkawinan;2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan;3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri;4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan;5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
Pengaturan kekayaan harta bersama dalam Pasal 91 KHI : 1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, 2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. 3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. 4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Pasal 92 KHI mengatur menganai persetujuan penggunaan harta bersama : “suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau meminda-mindahkan harta bersama. Penggunaan harta bersama, lebih lanjut diatur dalam Pasal 93, 94, 95, 96, dan 97 KHI. Terhadap harta bersama, jika terjadi perceraian, maka harus dibagi sama rata antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut meliputi segala keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh pasangan suami/istri tersebut selama mereka masih terikat dalam perkawinan. Maka dengan demikian peran advokat terkait harta bersama sebagai berikut:1. Advokasi, Pengacara memperjuangkan hak perolehan pembagian harta bersama istri maupun suami2. Representasi, pengacara memberikan pendampingan kepada klien dalam memperoleh hak pembagian harta bersama istri maupun suami3. Penelitian Hukum, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Seperti UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam4. Konsep Gugatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.5. Nasehehat Hukum, sesuai dengan Kewenangan dalam Peraturan Perundang-undangan tentang perolehan pembagian hak harta bersama istri maupun suami6. Pengacara memastikan hak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. klik tautan ini untuk terhubung dengan konsultan hukum kami
Selanjutnya, pasal 36 ayat (1) UUP menyatakan, tindakan hukum apapun terkait dengan harta bersama harus melalui persetujuan suami dan istri.
Demikian juga dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum perkawinan;2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan;3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri;4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan;5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
Pengaturan kekayaan harta bersama dalam Pasal 91 KHI : 1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud, 2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. 3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. 4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Pasal 92 KHI mengatur menganai persetujuan penggunaan harta bersama : “suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau meminda-mindahkan harta bersama. Penggunaan harta bersama, lebih lanjut diatur dalam Pasal 93, 94, 95, 96, dan 97 KHI. Terhadap harta bersama, jika terjadi perceraian, maka harus dibagi sama rata antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut meliputi segala keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh pasangan suami/istri tersebut selama mereka masih terikat dalam perkawinan. Maka dengan demikian peran advokat terkait harta bersama sebagai berikut:1. Advokasi, Pengacara memperjuangkan hak perolehan pembagian harta bersama istri maupun suami2. Representasi, pengacara memberikan pendampingan kepada klien dalam memperoleh hak pembagian harta bersama istri maupun suami3. Penelitian Hukum, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Seperti UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam4. Konsep Gugatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.5. Nasehehat Hukum, sesuai dengan Kewenangan dalam Peraturan Perundang-undangan tentang perolehan pembagian hak harta bersama istri maupun suami6. Pengacara memastikan hak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. klik tautan ini untuk terhubung dengan konsultan hukum kami