Penelantaran
Penelantaran anak adalah praktik melepaskan tanggung jawab dan klaimatas keturunan dengan cara ilegal, hal ini antara lain disebabkan oleh faktor-faktor seperti faktor ekonomi dan sosial, serta penyakit mental.Penelantaran dalam rumah tangga diatur dalam UU No 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Tiap orang pasal 9 ayat:
(1); Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat
(2), Pasal 49 menyebutkan dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penelantaran yaitu faktor individu, faktor sistemik dan faktor pendidikan. Upaya agar tidak terjadi penelantaran dalam rumah tangga yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, membina kesadaran hukum masyarakat terutama hukum agama tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban suami isteri
Korban kekerasan dalam rumah tangga lebih cenderung dialami oleh kaum wanita, tetapi dalam UU KDRT nasional korban mencakup siapa saja.
Lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 2 UU KDRT menjelaskan sebagai berikut: Lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi: suami, isteri, dan anak; orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (c)dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak sedikit anggota keluarga yang melakukan kekerasan dijatuhi hukuman pidana, kekerasan yang dilakukan biasanya kekerasan secara fisik maupun psikis. (Pasal 5 UU KDRT). Kekerasan fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasuk pula perbuatan menampar, menendang dan menyulut dengan rokok.Tindakan hukum apabila terjadi KDRT sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU KDRT, bahwa Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Pihak Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara. Apabila yang menjadi korban adalah seorang anak laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan tindakan lain untuk mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap korban.
Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan KDRT ini diatur dalam Pasal 15 UU KDRT yang berbunyi Kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas:a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana; b. Memberikan perlindungan kepada korban; c. Memberikan pertolongan darurat; dan d. Apabila terjadi penelantaran dalam rumah tangga, baik penelantaran yang dilakukan oleh suami maupun istri maka perbuatan penelantaran tersebut dapat dilaporkan dan dijerat dengan hukuman.
Tindakan penelantaran juga tergolong tindakan menelantarkan istri dan anak berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT), isinya menjelaskan: Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.Ruang lingkup perlindungan anak, mengenai diskriminasi dan eksploitasi anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Perppu 1/2016).Diskriminasi dan Eksploitasi Anak Pasal 76I UU 35/2014 berbunyi sebagai berikut:Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.
Sedangkan, diskriminasi anak diatur dalam Pasal 13 Ayat (1) UU Perlindungan Anak yang berbunyi:Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:a. Diskriminasi;b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;c. Penelantaran;d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;e. Ketidakadilan; danf. Perlakuan salah lainnya.
Maka dengan demikian peran advokat terkait kekerasan sebagai berikut:1. Advokasi, Pengacara memperjuangkan hak kliennya dalam hak hak istri yang harus dlindungi oleh suami dan hak anak yang harus dipelihara oleh orangtua2. Representasi, pengacara memberikan pendampingan kepada klien dalam memperoleh perlindungan terhadap hak atas penelantaran3. Penelitian Hukum, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Seperti UU Tentang Anak dan UU Tentang PKDRT4. Konsep Gugatan, berdasarkan UU Tentang anak dan UU PKDRT5. Nasehehat Hukum, sesuai dengan kewenangan dalam peraturan perundang-undangan dalam memperoleh perlindungan atas hak atas penelantaran tersebut6. Pengacara memastikan hak hukum berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dasar Hukum: Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak klik tautan ini untuk terhubung dengan konsultan hukum kami
Maka dengan demikian peran advokat terkait kekerasan sebagai berikut:1. Advokasi, Pengacara memperjuangkan hak kliennya dalam hak hak istri yang harus dlindungi oleh suami dan hak anak yang harus dipelihara oleh orangtua2. Representasi, pengacara memberikan pendampingan kepada klien dalam memperoleh perlindungan terhadap hak atas penelantaran3. Penelitian Hukum, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Seperti UU Tentang Anak dan UU Tentang PKDRT4. Konsep Gugatan, berdasarkan UU Tentang anak dan UU PKDRT5. Nasehehat Hukum, sesuai dengan kewenangan dalam peraturan perundang-undangan dalam memperoleh perlindungan atas hak atas penelantaran tersebut6. Pengacara memastikan hak hukum berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dasar Hukum: Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak klik tautan ini untuk terhubung dengan konsultan hukum kami